10.3.08

Ada Apa dengan Malaysia?

Rabu minggu lalu gw ga sengaja sekilas melihat salah satu acara metro tv hari rabu jam 10 malam (lupa namanya apa, tapi yang jelas ini acara baru). Acaranya mengambil topik mengenai Malaysia yang saat ini tengah dilanda krisis rasial. Menurut beberapa sumber, yang entah dapat dipercaya atau tidak, dikemukakan bahwa sejak dari dulu memang terjadi perpecahan rasial. Ironisnya, pemerintah Indonesia sepertinya turut ambil bagian dalam hal tersebut (secara tidak langsung). Benarkah?

Beberapa fakta yang disampaikan dalam acara itu, yang entah benar atau tidak, sangat menarik untuk diperhatikan. Kita tahu sendiri bahwa selama Soekarno memimpin, Indonesia terkesan sangat anti Malaysia. Perintah “Ganyang Malaysia” sering berkumandang di masa beliau berkuasa. Lain halnya dengan saat Soeharto mulai memimpin Indonesia. Berangsur-angsur rasa kebencian yang sedari dulu ditanamkan di era orde lama diubah menjadi rasa persaudaraan. Malaysia mulai sering menyebut Indonesia sebagai “saudara tua”. Alkisah pada era Soeharto inilah diadakan operasi rahasia yang nantinya semakin mempertajam perpecahan antar ras di Malaysia. Pada saat kemerdekaan Malaysia, negara itu mulai dipenuhi oleh tiga ras besar. Ras pertama yang merupakan suku asli/ pribumi Malaysia adalah ras melayu, diikuti dengan mulai bertambahnya ras Cina dan keturunan India. Kedua ras itu datang dengan harapan memperbaiki kehidupan di tanah melayu. Namun, sebenarnya ras asli Malaysia yaitu ras melayu yang saat itu telah menguasai pemerintahan mulai merasa khawatir kalau-kalau ras pribumi kalah bersaing dengan ras-ras pendatang itu. Mereka takut nantinya ras melayu tidak mampu menjadi tuan di rumah sendiri dan akhirnya terpinggirkan. Untuk mencegah hal itu terjadi pemerintah Malaysia saat itu menyusun sebuah operasi rahasia yang nantinya turut melibatkan Indonesia.

Indonesia bekerja sama dengan Malaysia dengan cara mengirimkan sejumlah besar orang Indonesia untuk tinggal di Malaysia. Dengan demikian ras melayu dapat diusahakan untuk tetap sebagai kaum mayoritas (karena rumpun ras yang sama, orang Indonesia dapat dikatakan sebagai ras melayu juga). Selain itu, pemerintah mulai membatasi ruang gerak ras pendatang dalam berbagai aspek kehidupan. Ras pendatang tidak memiliki hak yang sama untuk duduk di dalam kursi pemerintahan, dan hingga saat ini ras melayu selalu berada sebagai pemuncak pemerintahan. Rakyat pribumi juga semakin dimanjakan dengan berbagai fasilitas publik berupa akses pendidikan yang lebih baik dari para pendatang. Kesempatan kerja juga lebih mudah diperoleh oleh ras melayu. Hal inilah yang sejak sedari dulu mengakibatkan kecemburuan sosial yang kian meruncing akhir-akhir ini di Malaysia. Etnis India di Malaysia saat ini mulai menuntut persamaan hak, yang tentu saja akan selalu dihalang-halangi oleh pemerintah Malaysia yang notabene berasal dari kaum melayu.

Di sisi lain hal ini juga mengakibatkan ras pribumi menjadi terlena. Mereka terbiasa mendapatkan kemudahan pada setiap segi kehidupan. Orang pribumi mulai enggan mengerjakan “pekerjaan kasar” (contohnya menjadi pembantu atau pelayan restoran) dan terbiasa dilayani. “Pekerjaan kasar” itu nantinya dibebankan kepada ras-ras pendatang dan hingga ke TKI di masa sekarang. Pribumi Malaysia sudah terlanjur mengecap bangsa Indon sebagai ras pembantu dan buruh, sehingga secara tidak langsung muncul rasa merendahkan kepada semua ras-ras pendatang. Contoh kasusnya sudah sering kita lihat sendiri tentang bagaimana TKI kita ditindas di negeri tetangga.

Bila melihat dari kisah tersebut, kita dapat melihat benang merah tentang berbagai permasalahan dalam negeri Malaysia dan hubungan kita dengan mereka. Permasalahan rasial yang terjadi di Malaysia sebenarnya juga pernah terjadi di Indonesia yang dulu juga pernah membatasi ruang gerak keturunan Tiong Hoa. Bahkan pernah terjadi pertumpahan darah akibat masalah rasial di Indonesia. Gejolak rasial yang dimulai dengan berbagai aksi demo etnis India di tanah Malaysia pada saat ini merupakan akumulasi kebencian yang selama ini disembunyikan akibat ketidakadilan pemerintah yang terjadi sejak dahulu.

Mengenai hubungan kita yang kian merenggang akibat terjadinya klaim budaya sebenarnya juga dapat terjawab dari cerita ini. Banyak orang Malaysia mengaku bahwa lagu daerah Indonesia seperti lagu rasa sayange telah mereka dengar sejak kecil. Bukan hal yang tidak mungkin kalau itu terjadi, karena selain mungkin pembantu mereka berasal dari Indonesia (seperti masa sekarang) bisa jadi kakek buyut mereka sendiri adalah orang Indonesia. Migrasi besar-besaran orang Indonesia di masa lampau memungkinkan terjadinya hal itu.


Add Comment