Bila era orde lama dulu identik dengan sikap otoriter penguasanya. Era orde baru selalu identik dengan praktek KKn. Bagaimana dengan era reformasi saat ini?
dengan berat hati, In My Humble Opinion, era saat ini tidak jauh berbeda dengan kebobrokan pada zaman dahulu itu. Perubahan pola pikir sebuah negara memang tidak mungkin berlangsung dalam waktu yang singkat. Kita tak mungkin berharap datangya keajaiban semudah mengucap sebuah mantra ALAKAZAM!! lalu keadaan langsung serta merta berubah. Ini kehidupan nyata, Bung!Kalau dilihat dari jenis pekerjaan yang ada saat ini, pekerjaan apa sih yang bisa lepas dari KKn sepenuhnya? Hampir semua pekerjaan sangat dekat dengan praktek semacam ini. ya2, gw tau kalau ada orang yang berpendapat bahwa kalau mengenai masalah semacam ini, semua tergantung kepada sifat dan tindakan orang yang menjalani pekerjaan tersebut. Tapi, dalam beberapa kasus biasanya sikap idealis seseorang tetap memiliki batasnya.
Mungkin gw akan menceritakan sedikit masalah mengenai ini di salah satu bidang pekerjaan(yang ceritanya gw dapat dari teman gw). temennya temen temen gw (ah.. agak bingung nih), alkisah sudah lulus menjadi seorang hakim. kalau mendengar kata hakim, mau ga mau gw selalu teringat sosok hakim Bao yang bijaksana, tegas, bersih, dan adil. Tapi nyata2nya kehidupan hakim tidak semulus itu. Pada kasus pertama yang ditanganinya, sebuah kasus perdata, Hakim muda itu langsung mendapatkan cobaan. Ceritanya orang yang didakwa, tiba-tiba langsung menghubungi si hakim. Hakim yang masih idealis itu dipaksa untuk memenangkan dirinya dengan menawarkan cek kosong yang bebas diisi berapapun juga. Terang saja, usaha pertama terdakwa ini ditolak mentah-mentah. Hakim ini masih memegang teguh sikap dasar seorang hakim yang dicontohkan oleh hakim Bao di film-film Cina yang gw tonton dulu. Tapi, Terdakwa rupa-rupanya punya senjata lain untuk memaksa si Hakim. dengan dingin, melalui telepon, terdakwa itu kira-kira berkata seperti ini," oh.. ga bisa dibantu ya?? ya udah.. berarti ditukar dengan anakmu saja..". Kalau gw dalam situasi seperti ini, pasti gw akan langsung panik setengah mati. Ancaman kepada diri sendiri ga ada apa-apanya daripada ancaman kepada orang lain yang sangat kita kasihi, dalam kasus ini anaknya sendiri. Hendak meminta perlindungan ke siapa?? Ke Polisi??(yang jelas-jelas bisa disogok juga!). Dalam situasi dilematis ini, diceritakan hakim ini mengambil jalan ditengah-tengah. Dia tetap enggan menerima uang yang ditawarkan, tapi dia akan memenangkan si terdakwa dengan catatan untuk tidak mencelakai keluarganya. Akhirnya si terdakwa menang. setelah itu si hakim beralih pada kasus kedua di awal karirnya itu. Kejadiannya berulang kembali.. hingga akhirnya setelah beberapa kali kasus serupa terjadi, akhirnya si hakim langsung menerima "amplop" dari klien2nya. toh, ceritanya selalu sama dan kenapa juga ga sekalian aja meraup keuntungan dari keadaan seperti ini. Mungkin itu yang dipikirkan oleh hakim tersebut.
Saat gw pulang ke jombang, kampung halaman orang tua, gw juga mendapat cerita yang kurang lebih sama. saudara yang terjun di bidang pemerintahan daerah, dengan jelas mengakui masih banyaknya praktek KKn di dalam tubuh DPRD itu sendiri. "ga akan bisa beli mobil atau rumah sendiri kalau ga ikut nyemplung ke praktek macam ini" salah satu kutipan yang gw tangkep dari pembicaraan dengannya. pemerintah sering melakukan proyek fiktif dengan mark up gila2an. ada saudara gw yang lain, yang enggan ikut dalam KKn ini (alumni Tarnus sejati nih.. haha..), malah diejek-ejek dan dikatakan sok suci. Lingkungan seperti inilah yang harus dihadapi dalam setiap pekerjaan. Tidak hanya dalam peradilan dan pemerintahan saja, tapi juga banyak bidang lain. Polisi (ngg.. jelas sangat 'basah'), perpajakan (ini juga), sampai Lembaga2 di dalam negara kita (mengenai masalah makan gaji buta dan penghamburan kekayaan sudah pernah gw saksikan langsung).
Siapkah kita menghadapi tantangan macam ini?? Harus kita sadari bahwa perubahan ke arah yang benar pasti jauh lebih lambat terjadi daripada perubahan ke arah yang salah. Bisa jadi kita juga (bahkan gw sendiri) malah ikut nyemplung ke dalamnya. Benar2 siapkah kita??
Sedikit rasa optimisme, gw coba tularkan kepada pembaca tulisan ini. Gw pernah mendengar (entah membaca atau menonton) pendapat seseorang mengenai arah yang dijalani negara ini. Walaupun pada masa dulu kita berada pada jalan yang salah, setelah memasuki era perubahan seperti saat ini, menurutnya, Kita sudah berada di atas jalan yang benar untuk keluar dari belenggu masa lalu. Sekarang terserah kita sebagai penerima tongkat estafet selanjutnya, akan dibawa ke arah mana negara ini selanjutnya..
dengan berat hati, In My Humble Opinion, era saat ini tidak jauh berbeda dengan kebobrokan pada zaman dahulu itu. Perubahan pola pikir sebuah negara memang tidak mungkin berlangsung dalam waktu yang singkat. Kita tak mungkin berharap datangya keajaiban semudah mengucap sebuah mantra ALAKAZAM!! lalu keadaan langsung serta merta berubah. Ini kehidupan nyata, Bung!Kalau dilihat dari jenis pekerjaan yang ada saat ini, pekerjaan apa sih yang bisa lepas dari KKn sepenuhnya? Hampir semua pekerjaan sangat dekat dengan praktek semacam ini. ya2, gw tau kalau ada orang yang berpendapat bahwa kalau mengenai masalah semacam ini, semua tergantung kepada sifat dan tindakan orang yang menjalani pekerjaan tersebut. Tapi, dalam beberapa kasus biasanya sikap idealis seseorang tetap memiliki batasnya.
Mungkin gw akan menceritakan sedikit masalah mengenai ini di salah satu bidang pekerjaan(yang ceritanya gw dapat dari teman gw). temennya temen temen gw (ah.. agak bingung nih), alkisah sudah lulus menjadi seorang hakim. kalau mendengar kata hakim, mau ga mau gw selalu teringat sosok hakim Bao yang bijaksana, tegas, bersih, dan adil. Tapi nyata2nya kehidupan hakim tidak semulus itu. Pada kasus pertama yang ditanganinya, sebuah kasus perdata, Hakim muda itu langsung mendapatkan cobaan. Ceritanya orang yang didakwa, tiba-tiba langsung menghubungi si hakim. Hakim yang masih idealis itu dipaksa untuk memenangkan dirinya dengan menawarkan cek kosong yang bebas diisi berapapun juga. Terang saja, usaha pertama terdakwa ini ditolak mentah-mentah. Hakim ini masih memegang teguh sikap dasar seorang hakim yang dicontohkan oleh hakim Bao di film-film Cina yang gw tonton dulu. Tapi, Terdakwa rupa-rupanya punya senjata lain untuk memaksa si Hakim. dengan dingin, melalui telepon, terdakwa itu kira-kira berkata seperti ini," oh.. ga bisa dibantu ya?? ya udah.. berarti ditukar dengan anakmu saja..". Kalau gw dalam situasi seperti ini, pasti gw akan langsung panik setengah mati. Ancaman kepada diri sendiri ga ada apa-apanya daripada ancaman kepada orang lain yang sangat kita kasihi, dalam kasus ini anaknya sendiri. Hendak meminta perlindungan ke siapa?? Ke Polisi??(yang jelas-jelas bisa disogok juga!). Dalam situasi dilematis ini, diceritakan hakim ini mengambil jalan ditengah-tengah. Dia tetap enggan menerima uang yang ditawarkan, tapi dia akan memenangkan si terdakwa dengan catatan untuk tidak mencelakai keluarganya. Akhirnya si terdakwa menang. setelah itu si hakim beralih pada kasus kedua di awal karirnya itu. Kejadiannya berulang kembali.. hingga akhirnya setelah beberapa kali kasus serupa terjadi, akhirnya si hakim langsung menerima "amplop" dari klien2nya. toh, ceritanya selalu sama dan kenapa juga ga sekalian aja meraup keuntungan dari keadaan seperti ini. Mungkin itu yang dipikirkan oleh hakim tersebut.
Saat gw pulang ke jombang, kampung halaman orang tua, gw juga mendapat cerita yang kurang lebih sama. saudara yang terjun di bidang pemerintahan daerah, dengan jelas mengakui masih banyaknya praktek KKn di dalam tubuh DPRD itu sendiri. "ga akan bisa beli mobil atau rumah sendiri kalau ga ikut nyemplung ke praktek macam ini" salah satu kutipan yang gw tangkep dari pembicaraan dengannya. pemerintah sering melakukan proyek fiktif dengan mark up gila2an. ada saudara gw yang lain, yang enggan ikut dalam KKn ini (alumni Tarnus sejati nih.. haha..), malah diejek-ejek dan dikatakan sok suci. Lingkungan seperti inilah yang harus dihadapi dalam setiap pekerjaan. Tidak hanya dalam peradilan dan pemerintahan saja, tapi juga banyak bidang lain. Polisi (ngg.. jelas sangat 'basah'), perpajakan (ini juga), sampai Lembaga2 di dalam negara kita (mengenai masalah makan gaji buta dan penghamburan kekayaan sudah pernah gw saksikan langsung).
Siapkah kita menghadapi tantangan macam ini?? Harus kita sadari bahwa perubahan ke arah yang benar pasti jauh lebih lambat terjadi daripada perubahan ke arah yang salah. Bisa jadi kita juga (bahkan gw sendiri) malah ikut nyemplung ke dalamnya. Benar2 siapkah kita??
Sedikit rasa optimisme, gw coba tularkan kepada pembaca tulisan ini. Gw pernah mendengar (entah membaca atau menonton) pendapat seseorang mengenai arah yang dijalani negara ini. Walaupun pada masa dulu kita berada pada jalan yang salah, setelah memasuki era perubahan seperti saat ini, menurutnya, Kita sudah berada di atas jalan yang benar untuk keluar dari belenggu masa lalu. Sekarang terserah kita sebagai penerima tongkat estafet selanjutnya, akan dibawa ke arah mana negara ini selanjutnya..